Biaya tenaga kerja
Menanam kopi yang berkualitas membutuhkan banyak kerja keras. Bahkan yang terjadi di lapangan, penanaman, pemupukan, penyiangan, dan pemanenan biji kopi yang dilakukan secara manual melibatkan cukup banyak tenaga kerja.
Yang lebih rumit lagi, biji kopi umumnya matang pada tingkat yang berbeda sehingga akan memerlukan pemanenan yang cukup selektif. Maka dari itu, cara ini akhirnya menyebabkan peningkatan biaya tenaga kerja bagi pemiilik kebun.
Selain itu, sebagian besar perkebunan kopi terdapat di daerah tropis yang termasuk dalam wilayah berkembang sehingga perekonomiannya kurang stabil, lho. Negara penghasil kopi terbesar di Asia Tenggara salah satunya adalah Indonesia.
Petani kopi maupun koperasi di negara-negara ini acap menanggung sebagian besar biaya kopi, termasuk tenaga kerja. Bahkan faktanya, kebanyakan pemilik kebun hanya menerima sedikit subsidi pemerintah yang menyebabkan biaya bisnis meningkat.
Rantai pasokan kopi juga sangat panjang sebelum menjadi segelas americano atau latte, lho. Rantai ini membentang dari perkebunan kopi di Afrika, Asia, Amerika Tengah maupun Selatan hingga sampai ke toko kelontong atau kedai kopi di sekitar kita.
Setelah dipanen, biji kopi melewati beberapa proses yang tak mudah, termasuk pencucian, pengeringan, pemilihan kualitas, pengemasan, dan pengiriman. Sebagian besar konsumen berada di negara-negara Barat, sehingga biaya logistik bisa sangat tinggi.
Terlebih, biji kopi dikirim melalui beberapa persayatan. Paket yang dikirim harus mematuhi aturan dan tarif yang disesuaikan dengan aturan perdagangan internasional. Pada akhirnya, faktor-faktor inilah yang menaikkan harga rata-rata di kedai kopi.
Baca Juga: 10 Jenis Kopi yang Sering Dijumpai di Coffee Shop Indonesia
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Meski subur di wilayah tropis, tetapi proses pemanenan kopi rentan terhadap perubahan iklim. Bahkan perubahan pola curah hujan, peningkatan suhu, hama serta penyakit dapat memengaruhi kualitas hasil panen.
Tentunya, perubahan iklim tersebut bisa menyebabkan kelangkaan yang akan berdampak pada kenaikan harga rata-rata biji kopi di pasar global, nih. Sebab, pemilik kebun akhirnya akan mengeluarkan lebih banyak biaya bisni.
Peningkatan biaya bisnis ini dilakukan oleh pemilik kebun untuk memastikan hasil panen bagus sehingga menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang lebih baik. Itulah sebabnya, petani secara terpaksa akan menaikkan harga jual karena situasi ini.
Penyebab beras mahal tapi pendapatan petani rendah
Ahli ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan pendapatan petani di Indonesia tidak sebanding dengan harga jual beras.
Penyebabnya yaitu biaya produksi yang sangat mahal dan rantai distribusi beras yang terlalu panjang.
"Pertama persoalannya biaya produksinya yang mahal dan terus meningkat. Jadi mulai dari pupuk, pestisida sampai bibit itu cenderungnya naik dan mahal," kata dia, saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon WhatsApp, Senin (23/9/2024).
Menurut Acuviarta, sering kali barang yang dibutuhkan oleh petani seperti pupuk untuk proses menghasilkan beras tidak tersedia atau langka.
Alhasil, petani harus merogoh kocek cukup dalam untuk mendapat barang tersebut.
"Padahal pemerintah sudah memberikan subsidi pupuk. Nah ini juga perlu dievaluasi dari sisi produksinya," ungkap Acuviarta.
Di sisi lain, kesejahteraan petani juga tidak signifikan. Acuviarta menyampaikan hal itu bisa dilihat dari nilai tukar petani di mana biaya produksi yang ditanggung petani sangat besar.
Belum lagi, petani juga harus mengeluarkan biaya-biaya terkait dengan konsumsi rumah tangga tani yang terus meningkat.
"Biaya produksi yang meningkat itu tidak sebanding dengan pendapatan yang harusnya mengikuti daya beli petani," kata dia.
Peningkatan kualitas
Sudahkah kalian mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan untuk membangun perkebunan kopi? Bercocok tanam kopi bukanlah hal yang main-main karena ini membutuhkan investasi finansial dan temporal yang signifikan.
Sebagai permulaan, petani kopi harus membeli pupuk dan pestisida yang sesuai. Selain itu, mereka juga harus melatih tenaga kerja mereka soal penanaman, pemupukan, penyiangan, hingga pemanenan biji kopi yang selektif.
Tak hanya itu saja, petani juga harus menunggu lebih dari setahun untuk memanen biji kopi. Mereka juga harus mengetahui ketinggian tempat tumbuh, komposisi tanah, dan varietas kopi yang ditanam untuk menghasilkan yang berkualitas.
Selanjutnya: El Nino dan Kampanye
Di sisi lain, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi menjelaskan, ada beberapa faktor yang berperan pada kenaikan harga beras. “Salah satunya adalah kondisi cuaca yang mengakibatkan gagal panen di beberapa daerah penghasil beras, misalnya Cianjur,” katanya kepada Tempo, Selasa, 20 Februari 2024.
Dia mengungkapkan, fenomena El Nino menyebabkan musim kemarau berkepanjangan, sehingga suplai beras berkurang. Selain itu, terdapat faktor permintaan yang meningkat di tengah masa kampanye Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Dia menyebut beras sering masuk dalam program tebus murah paket sembako di tahun politik.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menuturkan keterbatasan suplai beras premium di tingkat ritel karena masa panen yang belum terjadi. “Saat ini peritel mulai kesulitan mendapatkan supply beras tipe premium lokal kemasan 5 kilogram,” ucapnya dalam keterangan resminya, Jumat, 9 Februari 2024.
Adapun masa panen diperkirakan baru terjadi pada pertengahan Maret 2024. Secara bersamaan, kata Roy, beras medium program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang diimpor pemerintah juga belum masuk ke Indonesia.
Ketum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menjelaskan, keterbatasan pasokan gabah berimbas pada kelangkaan beras di gerai ritel. “Penyebab utama dimulai dari ketersediaan gabah yang terbatas – menyulitkan penggilingan padi untuk mendapatkan gabah – karena turunnya produksi,” ujarnya kepada Tempo melalui pesan singkat WhatsApp, Minggu, 18 Februari 2024.
Selain karena belum panen raya, dia menyebut, terjadi persaingan usaha tidak sehat antara penggilingan padi skala besar dan kecil. Tak hanya itu, masalah rantai pasok dari hulu ke hilir yang tidak pernah usai juga berkontribusi pada kelangkaan beras.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan alasan harga beras di Indonesia mahal hingga disebut tertinggi di kawasan ASEAN.
Menurut Jokowi, alasannya adalah Indonesia masih mengimpor beras. Impor tersebut membuat adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan dengan skema Free on Board (FOB).
Ia menjelaskan bila dihitung harga dengan skema FOB tersebut sudah cukup mahal. Harga beras FOB sendiri besarannya sekitar US$530-US$600 per ton atau sekitar Rp8 juta-Rp9 juta per ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam skema FOB sendiri, Indonesia sebagai importir harus membayar harga distribusi dari pelabuhan tempat masuknya beras ke gudang distribusi besar untuk pembeli.
Biaya distribusi atau cost freight-nya sendiri dipaparkan Jokowi mencapai US$40 per ton atau sekitar Rp606 ribu per ton.
Dengan biaya tersebut, Jokowi menyebut artinya, per tonnya harga beras impor bisa berkisar di antara Rp8,6 juta-Rp9,6 juta per ton. Nah, bila dihitung per kilogramnya, harganya sekitar Rp 8.600-9.600 per kilogram.
"Coba dilihat harga beras FOB itu berapa? Kira-kira US$530-US$600, ditambah cost freight kira-kira US$40-an, dihitung berapa. Kalau bandingkan itu mestinya di konsumen itu akan kelihatan," kata Jokowi dalam video yang diunggah melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (26/9).
Dia juga menyinggung harga gabah yang tadinya Rp4.200 per kg kini sudah naik menjadi Rp6.200. Dari harga tersebut, Jokowi mengatakan publik sudah bisa melihat Nilai Tukar Petani (NTP).
"Mestinya kalau harga beras baik, artinya harga gabah juga baik. Kalau harga gabah baik, artinya harga jual petani juga mestinya baik, kalau tidak ada distorsi di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya, Bank Dunia menyebut harga beras Indonesia mahal. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Carolyn Turk menyebut harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibanding di pasar global. Harga beras di Indonesia, katanya, juga konsisten tinggi di Asean.
Rantai distribusi yang panjang
Masalah kedua yang menyebabkan pendapatan petani rendah di tengah harga beras Indonesia yang mahal adalah rantai distribusi beras dari produsen ke konsumen cukup panjang.
Hal ini mempengaruhi harga jual beras yang semakin tinggi.
"Kami menilainya dari MPP atau margin pengangkutan dan perdagangan yang dipublish oleh BPS. Untuk beras MPP-nya cukup besar, bisa bisa mencapai lebih dari 40 persen dari harga di pasar bahkan kadang-kadang lebih," kata Acuviarta.
Rantai distribusi yang sangat panjang ini menyebabkan harga beras di tingkat konsumen akhir itu tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan petani.
Baca juga: Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegar mengatakan, faktor berikutnya yang menyebabkan harga beras tinggi tapi pendapatan petani rendah adalah praktik tengkulak.
Praktik tengkulak beras hingga saat ini masih marak terjadi di mana mereka akan membeli gabah dengan harga rendah sebelum panen.
"Petani yang terjebak pada praktik tengkulak tidak bisa berbuat banyak bahkan saat harga gabah naik, karena yang menikmati marjin adalah tengkulak," ungkap Bhima, dihubungi Kompas.com, Senin.
Penyebab lainnya adalah keterbatasan lahan untuk bertani padi sehingga mengurangi produksi gabah yang dihasilkan.
Bhima menyampaikan, idealnya petani akan memperoleh skala ekonomi apabila lahan yang dikelola minimum 2 hektar. Namun, saat ini sebagian besar hanya menggarap sawah di bawah 0,8 hektar.
Baca juga: Beda Dugaan Penyebab Harga Beras Mahal dan Langka Jelang Pemilu 2024
Video: Warga RI! Ada Bantuan Beras 10 Kg di Januari-Februari 2025
KOMPAS.com - Bank Dunia menyebutkan, harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar global.
Harga beras di Indonesia juga disebut-sebut konsisten paling mahal di kawasan ASEAN.
Ironisnya, pendapatan rata-rata petani lokal justru dinilai tidak sebanding dengan melonjaknya harga beras.
Hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari 1 dollar AS atau sekitar Rp 15.199 per hari.
Artinya, pendapatan petani lokal hanya mencapai 341 dollar AS atau Rp 5,2 juta per tahun.
Catatan Bank Dunia menunjukkan, hanya 31 persen penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sulit membeli makanan bergizi seperti daging, telur, ikan, dan sayuran.
Lantas, mengapa harga beras di Indonesia mahal tetapi pendapatan rata-rata petani rendah?
Baca juga: Harga Beras Premium dan Medium per 1 Maret 2024, Ini Rinciannya
Pernahkah kalian berpikir mengapa harga segelas latte ataupun espresso saat ini semakin mahal? Padahal, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia pada 2022/2023 yang telah memproduksi kopi sebanyak 11,85 juta kantong, lho.
Meski Indonesia adalah salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, tetapi terdapat beberapa faktor yang membuat harga kopi saat ini semakin melambung tinggi, nih. Berikut sederet alasan mengapa harga kopi sangat mahal. Kira-kira kenapa, ya?
Penawaran dan permintaan
Masalah penawaran dan permintaan juga dapat memengaruhi harga kopi, lho. Penawaran dan permintaan kopi, seperti komoditas perdagangan lainnya, rentan terhadap pergerakan pasar yang cukup besar.
Saat tren kopi baru muncul dan digemari, permintaan dapat meningkat dalam waktu yang sangat cepat. Selama pasokan bisa memenuhi permintaan, dampak finansial dari tren ini cenderung tidak diperhatikan.
Tetapi dengan tren ini, sebagian besar kedai kopi umumnya akan membuat secangkir kopi dibanderol dengan harga yang begitu tinggi. Ini merupakan momentum bagus bagi penjual untuk mendapatkan keuntungan lebih.
Bagaimana menurut kalian, nih? Meski Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, namun beberapa faktor dapat memengaruhi kualitas kopi sehingga para petani perlu melakukan perawatan atau mengeluarkan biaya bisnis lebih banyak.
Baca Juga: 7 Kebiasaan Minum Kopi yang Bisa Berbahaya bagi Kesehatan
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga beras terus melambung setidaknya dalam 1-2 pekan terakhir, bahkan beberapa kali memecahkan rekor. Hal ini terjadi bukan hanya pada beras premium, tetapi juga beras medium.
Berdasarkan data Panel Harga Badan Pangan, pada Minggu (25/2/2025) harga beras premium turun Rp390 ke Rp15.870 per kg. Meskipun telah meninggalkan titik tertingginya, harga tersebut masih tergolong tinggi. Sementara itu, beras medium naik Rp170 ke Rp14.390 per kg.
Harga tersebut sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp. 10.900/kg medium, sedangkan beras premium Rp 13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Sementara, HET beras di Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500/kg medium dan beras premium Rp 14.400/kg. Sementara di zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.
Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa menyebut faktor perubahan iklim yang tidak menentu jadi penyebab tanaman padi petani gagal, hingga menyebabkan harga beras di pasaran menjadi naik.
"Kemarin waktu kita (Bapanas) ke lapangan, ke daerah Grobogan dan lain sebagainya, itu ada 3 ribu hektare (sawah) tergenang banjir. Ternyata, pas hujan kencang dia kencang banget hujannya, akhirnya banjir," kata Ketut kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (25/2/2024).
"Ini ada potensi gagal. Mudah-mudahan tidak gagal ya, tapi ada potensi yang harus kita waspadai. Itu kan petani mengeluarkan ongkos yang lebih juga. Sementara di tempat lain agak tinggi, di tempat lainnya agak rendah hujannya. Nah ini efek gorila El Nino kita katakan. Dampaknya ini sudah mulai dirasakan petani," ujarnya.
Meski begitu, Ketut menambahkan, pihaknya tetap mengacu kepada Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, yang menyatakan bulan pada Januari-Februari 2024 ini, produksi padi masih akan minus dari kebutuhan.
"Artinya memang Januari-Februari itu memang kita agak lumayan koreksinya," tutur dia.
"Namun, di bulan Maret menurut prediksi KSA BPS kita produksinya sudah sekitar 3,5 juta ton beras. Jadi ini akan terjadi surplus. Harapan kita habis Maret, April, Mei, Juni juga terjadi surplus. Kalau itu terjadi, maka mulai lah akan terjadi penyesuaian atau koreksi harga yang ke bawah," ujar Ketut.
Di sisi lain, harga gabah juga terpantau naik. Harga Gabah Kering Panen (GKP) sekarang ini sudah di Rp7.500 per kg, bahkan ada yang sampai Rp8.000 per kg. Kemudian, Gabah Kering Giling (GKG) sudah ada yang Rp8.200-Rp8.500 per kg.
"Jadi kalau GKP maupun GKG dengan harga segitu, gampangnya dikali 2 saja, dikali 2 memang akan menghasilkan segitu harga (berasnya), nggak jauh dari situ," kata Ketut kepada CNBC Indonesia.
Ketut menuturkan, setelah berkoordinasi dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan pemangku kepentingan lainnya, harga GKP/GKG menjadi tinggi itu disebabkan karena produksinya yang memang sedikit terkoreksi, imbas dari El Nino yang panjang.
"Ada beberapa petani kita yang jadi gagal panen. November atau Desember dia tanam tapi besoknya kering, akhirnya dia ngulang tanam. Dan itu pun berdasarkan KSA BPS, memang ada koreksi sedikit terkait dengan produksinya," tuturnya.
"Nah yang selanjutnya, penyebab GKP tinggi juga adalah sewa lahan yang sudah naik. Dulu dapat Rp3 juta sekarang nggak dapat, sudah Rp12 jutaan," lanjut Ketut.
Dan, kondisi itu diperparah harga pupuk yang naik, akibat perang yang terjadi di Ukraina.
"Itulah yang menyebabkan GKP/GKG nya naik. Kalau GKP/GKG naik, maka sudah pasti harga beras juga naik," pungkasnya.
Saksikan video di bawah ini:
Evaluasi subsidi petani hingga peran pemerintah
Untuk mengatasi tingginya harga beras yang tidak sebanding dengan pendapatan rata-rata petani, Acuviarta mengimbau kepada pemerintah untuk memastikan subsidi atau bantuan untuk petani tepat sasaran dan diberikan sesuai dengan musim tanam.
Ia menyampaikan, tata kelola subsidi baik pupuk dan benih juga perlu dibenahi, termasuk masalah ekonomi yang dihadapi petani, seperti terjerat rentenir sehingga terpaksa menjual hasil panen ke tengkulak.
Di sisi lain, porsi pembelian pemerintah terhadap beras juga bisa memainkan peran cukup besar untuk mengatur harga beras di pasaran.
Saat ini, peran Bulog dalam menyerap beras hasil produksi para petani tidak lebih dari 15 persen. Artinya, 85 persen sisanya diserap oleh rantai distribusi swasta sehingga berdampak pada permainan harga beras.
"Jadi meskipun kita sudah impor atau panen raya, tapi harga beras tidak turun. Nah ini sangat miris sekali," ucap Acuviarta.
Sejak pandemi Covid-19 berakhir atau sekitar 2022 sampai sekarang, Indonesia belum dapat menstabilkan harga beras meski sudah melakukan berbagai kebijakan, seperti impor beras.
"Dibandingkan dengan tahun lalu, kenaikan harga beras secara year on year itu sudah lebih dari 30 persen," kata dia.
"Harga gabah kita pernah sama dengan harga beras impor. Ini sangat mengkhawatirkan," tandas Acuviarta.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk membeberkan, harga beras di Indonesia mahal karena sejumlah hal.
Di antaranya kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif.
Masalah ini semestinya menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan karena Indonesia sendiri memiliki ambisi untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.
Menurut Carolyn, langkah awal yang perlu diambil adalah memastikan keterjangkauan harga pangan khususnya beras sebagai salah satu sumber gizi bagi pembentukan sumber daya manusia (SDM).
Sebelumnya, Perum Bulog menggelar mengumpulkan pelaku industri beras dari seluruh dunia Indonesia Internasional Rice Conference (IIRC) 2024 yang berlangsung di Bali. Gelaran yang dihadiri kurang lebih 17 negara produsen beras utama dunia ini membahas berbagai macam isu dalam industri beras di dunia.
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska Harahap menjelaskan, beras bukan sekadar tanaman pangan. Ada banyak arti di belakang beras ini seperti sumber kehidupan bagi lebih
Untuk itu, ketahanan pangan dalam hal ini beras menjadi isu seluruh masyarakat dunia. Banyak tantangan yang tengah dihadapi oleh industri beras dunia saat ini seperti perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan ketegangan geopolitik yang memperumit lanskap produksi dan distribusi beras yang sudah kompleks.
"Ketahanan dalam konteks ini berarti lebih dari sekadar bertahan. Ini berarti berjuang di tengah kesulitan dengan mengembangkan dan menerapkan solusi efektif yang dapat mempertahankan produksi beras di tengah tantangan global ini," kata dia, Kamis (19/9/2024).
Sonya menjelaskan, pada hari ini produksi beras dihadapkan pada serangkaian masalah yang berdampak luas pada komunitas lokal dan sistem pangan global. Salah satu tantangan paling mendesak adalah perubahan iklim.
Pola cuaca yang tidak terduga, suhu yang meningkat, dan cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan mengganggu hasil panen beras di seluruh dunia.
"Perubahan ini tidak hanya mengganggu sistem pertanian, tetapi juga memperparah kelangkaan air, sumber daya penting untuk budidaya beras.
TEMPO.CO, Jakarta - Kelangkaan beras di sejumlah retail modern masih menjadi masalah yang harus dihadapi masyarakat. Bahkan, harga beras semakin mahal dan terus melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah sejak Maret 2023 silam.
Berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium di tingkat pedagang eceran mencapai Rp16.430 per kilogram, naik Rp220 (1,36 persen) pada Kamis, 22 Februari 2024. Sedangkan satu kilogram beras medium seharga Rp14.280, naik Rp140 (0,99 persen).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, mengapa beras semakin langka dan mahal? Berikut alasan kelangkaan beras yang terjadi di Indonesia menurut para tokoh:
Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah menilai kebijakan pemerintah yang terus mengucurkan bantuan sosial (bansos) beras diduga menjadi salah satu penyebab harga beras mahal dan langka di pasaran. Menurutnya, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), faktor inflasi komoditas pangan adalah kontributor inflasi terbesar.
“Peranan komoditas makanan mencapai 74,21 persen, sedangkan non-makanan hanya 25,75 persen pada Maret 2023. Pemerintah harus segera mengatasi, apalagi disinyalir jor-joran bansos beras juga merupakan penyebab beras menjadi langka,” kata Hidayatullah dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu, 17 Februari 2024.
Dia juga menuturkan, faktor harga beras yang melambung tinggi disebabkan oleh dominasi pasar beras di dalam negeri dikuasai oleh sekelompok konglomerat, yang semestinya dikuasai negara melalui Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). “Selain karena masalah keterbatasan stok, juga tata kelola beras selama ini masih amburadul,” ucapnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi membantah kelangkaan pasokan beras di tingkat retail akibat kebijakan pemerintah yang terus menggelontorkan bansos beras kepada masyarakat. Dia menilai bansos pangan justru dapat menahan atau mengendalikan harga beras agar tidak naik.
“Tidak ada hubungannya sama sekali dengan bansos beras. Karena justru ini (bansos beras) yang bisa mengendalikan (harga), karena suplainya lewat bansos ke masyarakat,” ujar Jokowi usai meninjau cadangan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2024.
Lebih lanjut, Presiden menyatakan kenaikan harga dan kelangkaan beras dipicu oleh hasil panen yang belum masuk ke pasar. Selain itu, distribusi beras juga terdampak oleh banjir, seperti di Demak dan Grobogan, Jawa Tengah.